Mau dapet Duit??


eConomic syaRi'ah Theme

Economic Syariah for the future

Sumber-sumber hukum islam 20.31

BAB I

PENDAHULUAN

Dalam realitasnya, setiap agama memiliki sumber hukum sendiri-sendiri. Sumber-sumber hukum tersebut digunakan untuk memecahkan berbagai persoalan yang terjadi pada tiap-tiap agama yang bersangkutan.

Di dalam agama Islam, sesuatu yang dijadikan dasar pijakan yang paling utama adalah Al-Qur'an. Al-Qur'an menjadi sumber utama agama Islam karena Al-Qur'an tersebut merupakan firman yang turunnya langsung dari Allah SWT. Dengan demikian sudah sepatutnya apabila Al-Qur'an tersebut menjadi dasar dalam pengambilan keputusan dalam suatu permasalahan bagi umat Islam.

Selanjutnya selain Al-Qur'an, ada beberapa sumber lain yang juga berfungsi sebagai acuan dalam pemecahan masalah. Sumber lain tersebut adalah Sunnah, Ijma', dan Qiyas. Ketiga sumber tersebut kedudukannya tidaklah sama dengan Al-Qur'an yang merupakan firman Allah SWT. Karena Sunnah, Ijma', dan Qiyas adalah ketetapan dari hamba-Nya. Jika Sunnah dari Nabi Muhammad SAW, dan jika Ijma' dari para Mujtahid dan Qiyas dari para ahli fiqih yang mencoba mencari analogi dari permasalahan yang ingin dipecahkan.

Untuk lebih jelasnya mengenai keempat hal tersebut, akan dibahas dalam pembahasan berikut.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Al-Qur'an

1. Pengertian

Menurut bahasa, Al-Qur'an berasal dari akar kata qara'a, dengan wazan fu'lan, yang failnya qori'. Dalam Bahasa Arab ada dua pengertian, yaitu qur'an/bacaan dan apa yang tertulis padanya.

Selanjutnya secara istilah, pengertian Al-Qur'an adalah Kalamullah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW atas perantaraan malaikat Jibril secara berangsur-angsur, ditulis dengan menggunakan Bahasa Arab, disusun dalam bentuk mushaf, diawali surat Al-Fatihah dan diakhiri dengan surat An-Nas, serta membacanya bernilai ibadah.

Dengan demikian, dapat diketahui beberapa cirri khas untuk memahami Al-Qur'an itu sendiri. Ciri khas tersebut meliputi unsur-unsur:

· Al-Qur'an merupakan Kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Dengan demikian, tidak dinamakan Al-Qur'an jika Kalamullah tersebut tidak diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW.

· Bahasa yang digunakan di dalam Al-Qur'an adalah Bahasa Arab. Jadi seperti terjemah atau tafsir tersebut tidak dinamakan Al-Qur'an sebab bahasa yang digunakan berbeda dengan bahasa yang digunakan di dalam Al-Qur'an.

· Al-Qur'an dinukilkan kepada generasi-generasi sesudah Nabi Muhammad SAW dengan jalan mutawwatir, tanpa ada yang dirubah baik satu kata pun.

· Akan bernilai ibadah atau berpahala jika Al-Qur'an tersebut dibaca.

· Al-Qur'an tersebut dimulai dari surat Al-Fatihah dan diakhiri dengan surat An-Nas.

2. Kedudukan Dan Kehujjahan

· Kedudukan

Dalam sebuah buku telah disepakati oleh seluruh ulama bahwa Al-Qur'an itu adalah sumber pertama dari segala dalil. Bahkan kalau diteliti dengan benar, Al-Qur'an tersebut adalah satu-satunya dasar. Artinya meskipun ada dalil-dalil yang lain, pasti semuanya kembali kepada Al-Qur'an.

· Kehujjahan

Al-Qur'an yang kedudukannya sebagai sumber yang paling utama, merupakan hujjah yang terkuat. Dalam menetapkan Al-Qur'an sebagai acuan dalam penyelesaian suatu masalah tidaklah memerlukan bukti-bukti. Karena Al-Qur'an tersebut sudah pasti kebenarannya sebab isinya langsung dari Tuhan semesta alam, yaitu Allah SWT.

3. Hukum-hukum Dalam Al-Qur'an

Adapun hukum-hukum yang terkandung di dalam Al-Qur'an adalah sebagai berikut:

§ Hukum-hukum I'tiqad, yaitu hukum yang mengandung kewajiban para mukallaf untuk percaya atau iman kepada Allah, Malaikat, Rasul, Kitab, dan Hari Akhir.

§ Hukum-hukum yang berkaitan dengan akhlaq dalam mencapai keutamaan pribadi mukallaf.

§ Hukum-hukum praktis yang berkaitan dengan hablu min Allah wa hablu min an-nas. Hukum-hukum praktis ini dibagi menjadi:

o Hukum-hukum yang berkaitan dengan ibadah, seperti shalat, puasa, zakat, haji, nadzar, dan sumpah.

o Hukum-hukum yang berkaitan dengan mu'amalah, seperti berbagai transaksi jual-beli, sewa-menyewa, pinjam-meminjam.

o Hukum-hukum yang berkaitan dengan masalah pidana.

o Hukum-hukum yang berkaitan dengan masalah peradilan, baik yang bersifat perdata maupun pidana.

o Hukum-hukum yang berkaitan dengan masalah ketatanegaraan.

o Hukum-hukum yang berkaitan dengan hubungan antarnegara.

o Hukum-hukum yang berkaitan dengan masalah ekonomi, baik bersifat pribadi, masyarakat, maupun Negara.

4. Penjelasan Al-Qur'an Tentang Suatu Hukum

Dalam menjelaskan suatu hukum, Al-Qur'an memiliki dua cara, yaitu:

® Penjelasan rinci/juz'i terhadap sebagian hukum yang ada di dalam Al-Qur'an, seperti yang berkaitan dengan masalah 'aqidah, hukum waris, Hukum-hukum yang berkaitan dengan masalah peradilan dan kafarat. Hukum-hukum mengenai hal tersebut bersifat ta'abudi atau yang tidak bisa dikenai logika.

® Penjelasan Al-Qur'an terhadap sebagian besar hukum-hukum itu bersifat global atau kulli, umum, dan mutlak, seperti permasalahan shalat yang tidak dijelaskan secara rinci berapa kali dikerjakan dalam sehari, berapa rakaatnya, dan sebagainya. Untuk menjelaskan hukum ini diperlukan Sunnah yang tujuannya menjelaskan apa yang ada di dalam Al-Qur'an.

5. Dalalah Al-Qur'an Terhadap Hukum

Ditinjau dari segi dalalah, ayat-ayat Al-Qur'an dibagi menjadi dua macam:

* Dalalah yang Qath'i

Dikatakan qath'I karena makna dalam ayat Al-Qur'an tersebut sudah jelas dan tidak mempunyai makna lain.

* Dalalah yang Zanni

Selanjutnya dikatakan zanni dikarenakan makna dalam suatu ayat tersebut lebih dari satu.

6. Beberapa Kaidah Ushul Fiqih Yang Berkaitan Dengan Al-Qur'an

Kaidah ushul fiqih yang berkaitan dengan Al-Qur'an adalah sebagai berikut:

v Al-Qur'an merupakan sumber utama hukum Islam, sehingga dalam mengistinbatkan hukum harus mengacu pada kaidah umum yang ada di dalam Al-Qur'an.

v Untuk memahami kandungan Al-Qur'an,mujtahid harus mengetahui secara baik asbab an-nuzul­nya Al-Qur'an.

v Dalam memahami kandungan hukum Al-Qur'an, mujtahid juga dituntut untuk memahami secara baik adat kebiasaan orang Arab, baik yang berkaitan dengan perkataan maupun perbuatan. Karena jika tidak memahami hal ini akan membawa kerancuan dalam memahami Al-Qur'an.

B. Sunnah

1. Pengertian

Dari segi bahasa, Sunnah adalah jalan yang biasa dilalui atau suatu cara yang senantiasa dilakukan, adat kebiasaan, ataupun sebagai lawan kata dari bid'ah.

Sedangkan menurut istilah, Sunnah dapat dolihat dari tiga disiplin ilmu:

µ Ilmu hadith, Sunnah adalah sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW baik berupa perkataan, perbuatan, maupun ketetapannya.

µ Ilmu Ushul Fiqih, Sunnah adalahsegala yang diriwayatkan adri Nabi Muhammad SAW, berupa perbuatan, perkataan, dan ketetapan yang berkaitan dengan hukum.

µ Ilmu Fiqih, pengertian Sunnah hampir sama dengan pengertian yang dikemukakan oleh para ahli Ushul Fiqih. Hanya saja Sunnah dalam fiqih dimasukkan ke dalam hukum taklifi, yang artinya suatu perbuatan yang akan mendapat pahala jika dikerjakan dan tidak mendapat dosa jika tidak dikerjakan.

  1. Pembagian Sunnah

Ö Ditinjau dari segi sifat pembentukannya:

a. Sunnah Qauliyah, yaitu berupa perkataan

b. Sunnah fi'liyah, yaitu berupa perbuatan

c. Sunnah taqririyah, yaitu berupa ketetapan

d. Sunnah hammiyah, yaitu berupa keinginan atau kehendak Nabi Muhammad SAW yang kuat yang belum dilaksanakan

e. Sunnah tarkiyah, yaitu yang berupa hal yang ditinggalkan oleh Nabi Muhammad SAW.

Ö Ditinjau dari segi jumlah bilangan perawinya:

a. Mutawatir, yaitu Sunnah yang diriwayatkan dari Nabi Muhammad SAW oleh sejumlah besar perawi. Yang menurut kebiasaan, mustahil mereka berkumpul dan bersepakat untuk berdusta.

b. Masyhur, yaitu Sunnah yang diriwayatkan dari Nabi Muhammad SAW oleh seorang sahabat, dua orang sahabat yang tidak sampai kepada tingkat mutawwatir, kemudian diterima oleh kelompok perawi lainnya, yang jumlahnya mencapai tingkat mutawwatir.

c. Ahad, yaitu Sunnah yang tidak mencapai derajat mutawwatir dan masyhur.

Ö Ditinjau dari segi sandaran kepada Nabi Muhammad SAW:

a. Marfu', yaitu Sunnah yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW.

b. Mauquf, yaitu Sunnah yang disandarkan kepada sahabat.

c. Maqtu', yaitu Sunnah yang disandarkan kepada tab'i.

Ö Ditinjau dari segi nilainya:

a. Sahih, yaitu Sunnah yang diriwayatkan oleh rawi yang adil, sempurna ingatannya, sanadnya bersambung, tidak cacat dan tidak janggal.

b. Hasan, yaitu Sunnah yang pada sanadnya tidak terdapat orang yang tertuduh dusta, tidak terdapat kejanggalan pada matannya dan Sunnah itu diriwayatkan tidak dari satu jurusan, tetapi tidak sampai derajat sahih.

c. Da'if, yaitu Sunnah yang kehilangan satu atau lebih dari syarat-syarat hadits/Sunnah yang sahih atau hasan.

  1. Kedudukan Dan Kehujjahan

§ Kedudukan

Sunnah sebagai dasar hukum yang menduduki urutan kedua setelah Al-Qur'an.

§ Kehujjahan

Sunnah menjadi huujjah, menjadi sumber hukum dan menjadi tempat mengistinbatkan hukum syara'. Dalil yang menunjukkan kehujjahan Sunnah antara lain:

a. Ayat Al-Qur'an, misalnya surat An-Nisa ayat 59 dan 80.

b. Ijma' sahabat. Para sahabat selalu setia dan taat kepada Nabi Muhammad SAW.

c. Akal. Banyak sekali ayat yang belum jelas sehingga membutuhkan penjelasan Sunnah.

  1. Fungsi Sunnah

a. Menguatkan apa-apa yang telah disyari'atkan dalam Al-Qur'an.

b. Menerangkan apa yang telah disyari'atkan dalam Al-Qur'an,yakni menjelaskan yang masih belum jelas, mengkhususkan yang masih umum dan membatasi yang masih mutlaq.

c. Mensyari'atkan hukum yang didiamkan oleh Al-Qur'an.

C. Ijma'

1. Pengertian

Menurut bahasa Ijma' berarti sepakat atas sesuatu. Sedangkan menurut istilah, Ijma' adalah kesepakatan seluruh mujtahid muslim pada masa tertentu setelah Nabi Muhammad SAW wafat atas suatu hukum syara' pada peristiwa yang terjadi.

2. Rukun Ijma'

a. Adanya beberapa pendapat dari para mujtahid yang telah disepakati oleh seluruh mujtahid di dalam suatu majelis tertentu.

b. Adanya kesepakatan pendapat semua mujtahid dari kaum musimin atas suatu hukum syara' mengenai suatu peristiwa hukum pada waktu terjadinya, tanpa memandang tempat, kebangsaan dan kelompok mereka.

c. Kesepakatan pendapat itu nyata, baik berupa perkataan, maupun perbuatan.

d. Kesepakatan pendapat dari seluruh mujtahid itu benar-benar terealisir. Jika sebagian tidak merealisasikannya, maka tidak terjadi Ijma'.

3. Macam-macam Ijma'

a. Ijma' Sarih, yaitu kesepakatan para mujtahid pada suatu masa atas hukum suatu peristiwa dengan menampilkan pendapat masing-masing secara jelas, baik dengan perkataan ataupun dengan tulisan serta perbuatan.

b. Ijma' Sukuty, yaitu jika sebagian mujtahid itu berdiam diri tidak berterus terang mengeluarkan pendapatnya dan diamnya itu bukan karena takut, malu, dan lain sebagainya. Tapi betul-betul mereka berdiam diri tidak memberikan pendapat sama sekali terhadap mujtahid lain, baik ia menyetujui atau menolaknya.

4. Kedudukan dan Kehujjahan Ijma'

Para ulama yang menetapkan bahwa ijma' itu menjadi hujjah, menetapkan pula bahwa Ijma' tersebut berada di bawah Al-Qur'an dan Sunnah. Ijma' tidak boleh menyalahi aturan nash yang qath'i. kemudian sebagian besar ulama berpendapat bahwa nilai kehujjahan Ijma' adalah zanni.

D. Qiyas

  1. Pengertian

Qiyas menurut bahasa artinya adalah menyamakan sesuatu. Jika menurut istilah, Qiyas adalah menyamakan hukum suatu peristiwa yang tidak ada dalil mengenai hukumnya, dengan sesuatu peristiwa yang telah ada dalil dan hukumnya, karena adanya persamaan illat/sebab.

  1. Rukun Qiyas

Beberapa Rukun Qiyas antara lain adalah:

a. Ashl/pokok, yaitu suatu peristiwa yang sudah ada dalilnya yang dijadikan tempat meng-qiyas-kan.

b. Far'u/cabang, yaitu peristiwa yang tidak ada dalilnya. Far'u inilah yang dikehendaki untuk disamakan hukumnya dengan ashl.

c. Hukum ashl, yaitu hukum syara' yang ditetapkan oleh suatu dalil.

d. Illat, yaitu sifat yang terdapat pada ashl. Dengan adanya sifat itulah, ashl mempunyai suatu hukum.

  1. Kedudukan Qiyas

Setelah melihat dalam berbagai pernyataan yang ada, dapat diambil satu keputusan bahwa Qiyas berada di urutan ke empat sumber hukum agama Islam setelah Al-Qur’an, Sunnah, dan Ijma’.

  1. Kehujjahan Qiyas

Mengenai kehujjahan Qiyas, jumhur ulama sepakat Qiyas menjadi hujjah, apabila dalam keadaan:

a. Apabila hukum asl dinashkan illatnya.

b. Apabila Qiyas itu merupakan salah satu dari pada Qiyas-qiyas yang dilakukan Nabi Muhammad SAW.

Dalam dua Qiyas tersebut, para ulama setuju menetapkan keduanya menjadi hujjah syar'iyyah. Selain kedua qiyas tersebut, dari para ulama ada yang menerima dan ada yang tidak.


BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari pemaparan di atas, ada beberapa kesimpulan yang didapat. Diantara kesimpulan tersebut antara lain adalah:

Sumber utama ajaran Islam dalam memecahkan suatu masalah adalah Al-Qur'an, Sunnah, Ijma', dan Qiyas.

Al-Qur'an merupakan wahyu yang turun langsung dari Allah SWT yang kedudukannya berada di tingkat paling atas diantara sumber-sumber lain agama Islam.

Sunnah merupakan segala sesuatu yang dilakukan Nabi Muhammad SAW yang menempati urutan kedua sumber utama ajaran agama Islam.

Ijma' adalah metode pengembilan keputusan oleh mujtahid yang dirumuskan bedasarkan kesepakatan bersama di dalam suatu majelis. Kedudukannya berada di urutan ketiga setelah Al-Qur’an dan Sunnah.

Qiyas merupakan salah satu jalan pengambilan keputusan dalam suatu permasalahan dengan cara menganalogikan suatu permasalahan yang belum ada dalilnya dengan permasalahan yang dalilnya sudah ada.

B. Saran

Sebagai umat Nabi Muhammad SAW hendaknya kita mengetahui dan memahami bahwa sumber utama ajaran Islam selain Al-Qur'an adalah Sunnah, Ijma', dan Qiyas. Selain itu, disarankan untuk memahami lebih dalam keempat hal tersebut agar ketika merumuskan pemecahan masalah dapat diatasi dengan mudah. selanjutnya dalam memutuskan suatu masalah hendaknya berhati-hati dan harus dengan dasar pijakan yang kuat agar masalah yang diputuskan tidak menimbulkan masalah lain yang lebih baru.

DAFTAR PUSTAKA

Haroen, Nasrun. 1997. Ushul Fiqih 1. Jakarta: Logos Wacana Ilmu.

Salam, Zarkasji Abdul dan Oman Fathurohman SW. 1994. Pengantar Ilmu Ushul Fiqih. Yogyakarta: Lembaga Studi Filsafat Islam.

Syafe'I, Rachmat. 1999. Ilmu Ushul Fiqih. Bandung: Pustaka Setia.