Mau dapet Duit??


eConomic syaRi'ah Theme

Economic Syariah for the future

musyarakah 19.11

musyarakah


Seperempat abad yang lalu, Bank Islam ( Bank Syariah) sama sekali belum di kenal. Sekarang sudah 55 negara yang pasarnya sedang bangkit dan berkembang ikut menerapkan system bank dan keuangan islam. Beberapa institusi keuangan bahkan beroperasi di tiga belas lokasi lain di antaranya Australia, bahama, Kanada, Caymand islands, Denmark, Guernesey, Jersey,Irlandia, Luxembourgh, Swiss, Inggris, Amerika serikat dan Virgin Islands. Bahkan di Pakistan, Iran, dan Sudan, semua bank harus beroperasi menurut prinsip-prinsip keuangan islam. Sementara di tempat lainnya masih menerapkan system campuran, bank islam dalam posisi minoritas dan beroperasi berdampingan dengan bank-bank konvensional. Meskipun telah tersebar luas, perbankan islam masih kurang begitu di pahami di berbagai belahan dunia islam dan dan malah nyaris masih menjadi teka-teki di sejumlah Negara barat.

Ide dasar system perbankan syariah sebenarnya dapat di kemukakan dengan sederhana. Operasi institusi keuangan islam terutama berdasarkan prinsip PLS (profit and loss sharing-bagi untung dan rugi). Bank islam tidak membebankan bunga, melainkan mengajak partisipasi dalam bidang usaha yang di danai. Para deposan juga sama-sama mendapat bagian dari keuntungan bank sesuai dengan rasio yang telah di tetapkan sebelumnya. Dengan demikian, ada kemitraan antara bank islam dan para deposan di satu pihak, dan antara bank dan para nasabah investasi sebagai pengelola sumberdaya para deposan dalam berbagai usaha produktif di pihak lain. System ini berbeda dengan bank konvensional yang pada intinya meminjam dana dengan membayar bunga pada satu sisi neraca dan memberikan pinjaman dana dengan menarik bunga pada sisi lainnya. Kompleksitas perbankan islam tampak dari keragaman instrumen-instrumen yang digunakan serta pemahaman atas dalil-dalil hukum islamnya. Perbankan islam memberikan layanan bebas bunga kepada nasabahnya. Pembayaran dan penarikan bunga dilarang dalam semua bentuk transaksi. Islam melarangb kaum muslim menarik atau membayar bunga (riba). Pelarangan inilah yang membedakan system perbankan islam dengan perbankan konvensional. Secara teknis, riba adalah tambahan pada jumlah pokok pinjaman sesuai dengan jangka waktu peminjaman dan jumlah pinjamannya. Meskipun sebelumnya terjadi perdebatan mengenai apakah riba ada kaitannya dengan bunga atau tidak, namun sekarang nampaknya ada consensus di kalangan ulamaa bahwa istilah riba meliputi segala bentuk bunga. Secara umum prinsip bagi hasil dalam perbankan syari’ah dapat di lakukan dalam empat akad utama, yaitu al-musyarakah, al-mudharabah, al muzara’ah, dan al-musaqah. Sungguhpun demikian, prinsip yang paling banyak di pakai adalah al-musyarakah dan al-mudharabah, sedangkan al-muzara’ah, dan al-musaqah di pergunakan khusus untuk plantation financing atau pembiayaan pertanian oleh beberapa bank islam.




A. Pengertian Musyarakah

Musyarakah (syirkah atau syarikah atau serikat atau kongsi) adalah bentuk umum dari usaha bagi hasil dimana dua orang atau lebih menyumbangkan pembiayaan dan manajemen usaha, dengan proporsi bisa sama atau tidak. Keuntungan dibagi sesuai kesepakatan antara para mitra, dan kerugian akan dibagikan menurut proporsi modal. Transaksi Musyarakah dilandasi adanya keinginan para pihak yang bekerja sama untuk meningkatkan nilai asset yang mereka miliki secara bersama-sama dengan memadukan seluruh sumber daya. Musyarakah secara bahasa diambil dari bahasa arab yang berarti mencampur. Dalam hal ini mencampur satu modal dengan modal yang lain sehingga tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Kata syirkah dalam bahasa arab berasal dari kata syarika (fi’il madhi), yashruku (fi’il mudhari’) syarikan/syirkatan/syarikatan (masdar/kata dasar); ertinya menjadi sekutu atau syarikat (kamus al Munawar) Menurut erti asli bahasa arab, syirkah bererti mencampurkan dua bahagian atau lebih sehingga tidak boleh dibezakan lagi satu bahagian dengan bahagian lainnya. Musyarakah secara bahasa diambil dari bahasa arab yang berarti mencampur. Dalam hal ini mencampur satu modal dengan modal yang lain sehingga tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Kata syirkah dalam bahasa arab berasal dari kata syarika (fi’il madhi), yashruku (fi’il mudhari’) syarikan/syirkatan/syarikatan (masdar/kata dasar); ertinya menjadi sekutu atau syarikat (kamus al Munawar) Menurut erti asli bahasa arab, syirkah bererti mencampurkan dua bahagian atau lebih sehingga tidak boleh dibezakan lagi satu bahagian dengan bahagian lainnya.

Ketentuannya, antara lain :

  1. Pernyataan ijab dan kabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad).
  2. Pihak-pihak yang berkontrak harus cakap hukum, dan memperhatikan hal-hal berikut :
  • Setiap mitra harus menyediakan dana dan pekerjaan.
  • Setiap mitra memiliki hak umtuk mengatur aset musyarakah dalam proses bisnis normal.
  • Setiap mitra memberi wewenang kepada mitra yang lain untuk mengelola aset dan masing-masing dianggap telah diberi wewenang untuk melakukan aktivitas musyarakah dengan memperhatikan kepentingan mitranya, tanpa melakukan kelalaian yang disengaja.
  • seorang mitra tidak diizinkan untuk mencairkan dana atau menginvestasikan dana untuk kepentingannya sendiri.

3. Objek akad adalah modal, kerja, keuntungan dan kerugian.

B. Landasan Syari’ah

1. Al-Qur’an

Kedua ayat di atas menunjukkan perkenaan dan pengakuan Allah SWT akan adanya perserikatan dalam kepemilikan harta. Hanya saja dalam surah an-Nisa :12 perkongsian terjadi secara otomatis (jabr) karena waris, sedangkan dalam surah shad :24 terjadi atas dasar akad (ikhtiyari). Penafsiran tentang musyarakah di Surah an-Nisa merupakan lanjutan dari rincian ketentuan dari bagian masing-masing ahli waris. Jika diamati susunan ahli waris yang disebut satu demi satu oleh ayat yang lalu dan dan yang ini, maka sungguh terlihat betapa serasinya. Ahli waris yakni menerima warisan, pastilah mereka yang mempunyai hubungan dengan pewaris, yakni yang wafat meninggalkan harta. Salah satu ukurannya dalam wasiat ialah tidak lebih dari sepertiga hsrts yang akan di tinggalkannya.,

2. Al-Hadits

Dari Abu Hurairah, Rasulullah saw. bersabda “sesungguhnya Allah Azza wa Jalla berfirman , ‘Aku pihak ketiga dari dua orang yang berserikat selama salah satunya tidak menghianati lainnya.’”(HR Abu Dawud no.2936, dalam kitab al-buyu dan hakim)

Hadits qudsi tersebut menunjukkan kecintaan Allah kepada hamba-hambaNya yang melakukan perkongsian selama saling menjunjung tinggi amanat kebersamaan dan menjauhi pengkhianatan.

3. Ijma’

Ibnu Qudamah dalam kitabnya, al-Mughni, telah berkata, “ kaum muslimin telah berkonsensus terhadap legitimasi musyarakah secara global walaupun terdapat perbedaan pendapat dalam beberapa elemen darinya.”

C. Hukum Syirkah

Syirkah hukumnya mubah. Ini berdasarkan dalil hadith nabi saw berupa taqrir terhadap syirkah. Pada saat baginda diutuskan oleh Allah sebagai nabi, orang-orang pada masa itu telah bermuamalat dengan cara ber-syirkah dan Nabi Muhammad saw membenarkannya. Sabda baginda sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra: Allah ‘Azza wa jalla telah berfirman; Aku adalah pihak ketiga dari 2 pihak yang bersyirkah selama salah satunya tidak mengkhianati yang lainnya. Kalau salah satunya khianat, aku keluar dari keduanya. (Hr Abu dawud, alBaihaqi dan adDaruquthni) Imam Bukhari meriwayatkan bahawa Aba Manhal pernah mengatakan , “aku dan rakan kongsiku telah membeli sesuatu dengan cara tunai dan hutang.” Lalu kami didatangi oleh Al Barra’bin azib. Kami lalu bertanya kepadanya. Dia menjawab, “ Aku dan rakan kongsiku, Zaiq bin Arqam, telah mengadakan perkongsian. Kemudian kami bertanya kepada nabi s.a.w tentang tindakan kami. Baginda menjawab: “barang yang (diperoleh) dengan cara tunai silalah kalian ambil. Sedangkan yang (diperoleh) secara hutang, silalah kalian bayar” Hukum melakukan syirkah dengan kafir Zimmi Hukum melakukan syirkah dengan kafir zimmi juga adalah mubah. Imam Muslim pernah meriwayatkan dari Abdullah bin Umar yang mengatakan: “Rasulullah saw pernah memperkerjakan penduduk khaibar(penduduk Yahudi) dengan mendapat bahagian dari hasil tuaian buah dan tanaman”

D. Rukun Syirkah

Rukun syirkah yang asas ada 3 perkara iaitu:

a) akad (ijab-kabul) juga disebut sighah

b) dua pihak yang berakad (‘aqidani), mesti memiliki kecekapan melakukan pengelolaan harta

c) objek aqad(mahal) juga disebut ma’qud alaihi, samada modal atau pekerjaan

Manakala syarat sah perkara yang boleh disyirkahkan adalah adalah objek tersebut boleh dikelola bersama atau boleh diwakilkan. Pandangan Mazhab Fiqih tentang Syirkah Mazhab Hanafi berpandangan ada empat jenis syirkah yang syari’e iaitu syirkah inan, abdan, mudharabah dan wujuh. ( Wahbah Az Zuhaili, Al Fiqh al Islami wa Adillatuhu) Mazhab Maliki hanya 3 jenis syirkah yang sah iaitu syirkah inan, abdan dan mudharabah. Menurut mazhab syafi’e, zahiriah dan Imamiah hanya 2 syirkah yang sah iaitu inan dan mudharabah. Mazhab hanafi dan zaidiah berpandangan ada 5 jenis syirkah yang sah iaitu syirkah inan, abdan, mudharabah, wujuh dan mufawadhah.

Ada pun perkongsian boleh samada berkongsi hak milik (syirkatul amlak) atau/dan perkongsian aqad Syeikh Taqiuddin AnNabhani dalam kitabnya Sistem Ekonomi Alternatif Perspektif Islam berijtihad terdapat 5 jenis syirkah yang syari’e sama seperti pandangan mazhab hanafi dan zaidiah.

1) Syirkah Inan

Syirkah inan adalah syirkah yang mana 2 pihak atau lebih, setiap pihak menyumbangkan modal dan menjalankan kerja. Contoh bagi syirkah inan: Khalid dan Faizal berkongsi menjalankan perniagaan burger bersama-sama dan masing-masing mengeluarkan modal RM500 setiap seorang. Perkongsian ini diperbolehkan berdasarkan As-Sunnah dan ijma’sahabah. Disyaratkan bahawa modal yang dikongsi adalah berupa wang. Modal dalam bentuk harta benda seperti kereta mestilah diakadkan pada awal transaksi. Perkongsian ini dibangunkan oleh konsep perwakilan(wakalah) dan kepercayaan(amanah). Sebab masing-masing pihak, dengan memberi/berkongsi modal kepada rakan kongsinya bererti telah memberikan kepercayaan dan mewakilkan kepada rakan kongsinya untuk mengelolakan perniagaan. Keuntungan adalah berdasarkan kesepakatan semua pihak yang berkongsi manakala kerugian berdasarkan peratusan modal yang dikeluarkan. Abdurrazzak dalam kitab Al-Jami’ meriwayatkan dari Ali r.a yang mengatakan: “kerugian bergantung kepada modal, sedangkan keuntungan bergantung kepada apa yang mereka sepakati”

2) Syirkah Abdan

Perkongsian abdan adalah perkongsian 2 orang atau lebih yang hanya melibat tenaga(badan) mereka tanpa melibatkan perkongsian modal. Sebagai contoh: Jalal adalah tukang buat rumah dan Rafi adalah juruelektrik yang berkongsi menyiapkan projek sebuah rumah. Perkongsian mereka tidak melibatkan perkongsian kos. Keuntungan adalah berdasarkan persetujuan mereka. Syirkah abdan hukumnya mubah berdasarkan dalil As-sunnah. Ibnu mas’ud pernah berkata” aku berkongsi dengan Ammar bin Yasir dan Saad bin Abi Waqqash mengenai harta rampasan perang badar. Sa’ad membawa dua orang tawanan sementara aku dan Ammar tidak membawa apa pun” (HR Abu Dawud dan Atsram). Hadith ini diketahui Rasulullah saw dan baginda membenarkannya.

3) Syirkah Mudharabah

Syirkah Mudharabah adalah syirkah dua pihak atau lebih dengan ketentuan, satu pihak menjalankan kerja (amal) sedangkan pihak lain mengeluarkan modal (mal). (An-Nabhani, 1990: 152). Istilah mudharabah dipakai oleh ulama Iraq, sedangkan ulama Hijaz menyebutnya qiradh. (Al-Jaziri, 1996: 42; Az-Zuhaili, 1984: 836). Sebagai contoh: Khairi sebagai pemodal memberikan modalnya sebanyak RM 100 ribu kepada Abu Abas yang bertindak sebagai pengelola modal dalam pasaraya ikan.

Ada 2 bentuk lain sebagai variasi syirkah mudharabah. Pertama, 2 pihak (misalnya A dan B) sama-sama memberikan mengeluarkan modal sementara pihak ketiga (katakanlah C) memberikan menjalankan kerja sahaja. Kedua, pihak pertama (misalnya A) memberikan konstribusi modal dan kerja sekaligus, sedangkan pihak kedua (misalnya B) hanya memberikan konstribusi modal tanpa konstribusi kerja. Kedua-dua bentuk syirkah ini masih tergolong dalam syirkah mudharabah (An-Nabhani, 1990:152). Dalam syirkah mudharabah, hak melakukan tasharruf hanyalah menjadi hak pengelola. Pemodal tidak berhak turut campur dalam tasharruf. Namun demikian, pengelola terikat dengan syarat-syarat yang ditetapkan oleh pemodal. Jika ada keuntungan, ia dibagi sesuai kesepakatan di antara pemodal dan pengelola, sedangkan kerugian ditanggung hanya oleh pemodal. Sebab, dalam mudharabah berlaku wakalah (perwakilan), sementara seorang wakil tidak menanggung kerosakan harta atau kerugian dana yang diwakilkan kepadanya (An-Nabhani, 1990: 152). Namun demikian, pengelola turut menanggung kerugian jika kerugian itu terjadi kerana melanggar syarat-syarat yang ditetapkan oleh pemodal.

4) Syirkah Wujuh

Disebut syirkah wujuh kerana didasarkan pada kedudukan, ketokohan atau keahlian (wujuh) seseorang di tengah masyarakat. Syirkah wujuh adalah syirkah antara 2 pihak (misalnya A dan B) yang sama-sama melakukan kerja (amal), dengan pihak ketiga (misalnya C) yang mengeluarkan modal (mal). Dalam hal ini, pihak A dan B adalah tokoh masyarakat. Syirkah semacam ini hakikatnya termasuk dalam syirkah mudharabah sehingga berlaku ketentuan-ketentuan syirkah mudharabah padanya. (An-Nabhani, 1990:154) Bentuk kedua syirkah wujuh adalah syirkah antara 2 pihak atau lebih yang bersyirkah dalam barangan yang mereka beli secara kredit, atas dasar kepercayaan pedagang kepada keduanya tanpa sumbangan modal dari masing-masing pihak. Misalnya A dan B tokoh yang dipercayai pedagang. Lalu A dan B bersyirkah wujuh dengan cara membeli barang dari seorang pedagang C secara kredit. A dan B bersepakat masing-masing memiliki 50% dari barang yang dibeli. Lalu keduanya menjual barang tersebut dan keuntungannya dibagi dua, sedangkan harga pokoknya dikembalikan kepada C (pedagang). Dalam syirkah kedua ini, keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan, bukan berdasarkan nisbah barang dagangan yang dimiliki. Sedangkan kerugian ditanggung oleh masing-masing pengusaha wujuh usaha berdasarkan kesepakatan. Syirkah wujuh kedua ini hakikatnya termasuk dalam syirkah ‘abdan (An-Nabhani, 1990:154). Namun demikian, An-Nabhani mengingatkan bahawa ketokohan (wujuh) yang dimaksud dalam syirkah wujuh adalah kepercayaan kewangan (tsiqah maliyah), bukan semata-mata ketokohan di masyarakat. Maka dari itu, tidak sah syirkah yang dilakukan seorang tokoh (katakanlah seorang menteri atau pedagang besar), yang dikenal tidak jujur atau suka memungkiri janji dalam urusan kewangan. Sebaliknya sah syirkah wujuh yang dilakukan oleh seorang biasa-biasa saja, tetapi oleh para pedagang dia dianggap memiliki kepercayaan kewangan (tsiqah maliyah) yang tinggi misalnya dikenal jujur dan tepat janji dalam urusan kewangan.

5) Syirkah Mufawadhah

Syirkah mufawadhah adalah syirkah antara 2 pihak atau lebih yang menggabungkan semua jenis syirkah di atas (syirkah inan, ‘abdan, mudharabah dan wujuh). Syirkah mufawadhah dalam pengertian ini, menurut An-Nabhani adalah boleh. Sebab, setiap jenis syirkah yang sah berdiri sendiri maka sah pula ketika digabungkan dengan jenis syirkah lainnya. Keuntungan yang diperoleh dibagi sesuai dengan kesepakatan, sedangkan kerugian ditanggung sesuai dengan jenis syirkahnya; iaitu ditanggung oleh pemodal sesuai dengan nisbah modal (jika berupa syirkah inan) atau ditanggung pemodal sahaja (jika berupa syirkah mudharabah) atau ditanggung pengusaha usaha berdasarkan peratusan barang dagangan yang dimiliki (jika berupa syirkah wujuh). Contoh: A adalah pemodal, menyumbang modal kepada B dan C, dua jurutera awam yang sebelumnya sepakat bahawa masing-masing melakukan kerja. Kemudian B dan C juga sepakat untuk menyumbang modal untuk membeli barang secara kredit atas dasar kepercayaan pedagang kepada B dan C. Dalam hal ini, pada awalnya yang ada adalah syirkah ‘abdan iaitu B dan C sepakat masing-masing bersyirkah dengan memberikan konstribusi kerja sahaja. Lalu, ketika A memberikan modal kepada B dan C, bererti di antara mereka bertiga wujud syirkah mudharabah. Di sini A sebagai pemodal, sedangkan B dan C sebagai pengelola. Ketika B dan C sepakat bahawa masing-masing memberikan suntikan modal di samping melakukan kerja, bererti terwujud syirkah inan di antara B dan C. Ketika B dan C membeli barang secara kredit atas dasar kepercayaan pedagang kepada keduanya bererti terwujud syirkah wujuh antara B dan C. Dengan demikian, bentuk syirkah seperti ini telah menggabungkan semua jenis syirkah yang ada yang disebut syirkah mufawadhah.

E. Aplikasi Dalam Perbankan

1. Pembiayaan Proyek

Al-musyarakah biasanya di aplikasikan untuk pembiayaan proyek dimana nasabah dan bank sama-sama menyediakan dana untuk membiayai proyek tersebut. Setelah proyek itu selesai, nasabah mengembalikan dana tersebut bersama bagi hasil yang telah di sepakati untuk bank.

2. Modal Ventura

Pada lembaga keuangan khusus yang di bolehkan melakukan investasi dalam kepemilikan perusahaan, al-musyarakah diterapkan dalam skema modal ventura. Penanaman modal dilakukan untuk jangka waktu tertentu dan setelah itu bank melakukan divestasi atau menjual bagian sahamnya, baik secara singkat maupun bertahap.

F. Manfaat Musyarakah

Terdapat banyak manfaat dari pembiayaan musyarakah ini, di anataranya sebagai berikut:

1. Bank akan menikmati peningkatan dalam jumlah tertentu pada saat keuntungan nasabah meningkat.

2. Bank tidak berkewajiban membayar dalam jumlah tertentu kepada nasabah pendanaan secara tetap, tetapi di sesuaikan dengan pendapatan/hasil usaha bank, sehingga bank tidak akan pernah mengalami negative spread.

3. Pengembalian pokok pembiayaan disesuaikan dengan cash flow/arus kas usaha nasabah, sehingga tidak memberatkan nasabah.

4. Bank akan lebih selektif dan hati-hati mencari usaha yang benar-benar halal, aman, dan menguntungkan. Hal ini karena keuntungan yang riil dan benar-benar terjadi itulah yang akan di bagikan.

5. Prinsip bagi hasil dalam musyarakah ini berbeda dengan prinsip bunga tetap di mana bank akan menagih penerima pembiayaan(nasabah) satu jumlah bunga tetap berapa pun keuntungan yang di hasilkan nasabah, bahkan sekalipun merugi dan terjadi krisis ekonomi.