Mau dapet Duit??


eConomic syaRi'ah Theme

Economic Syariah for the future

PERJUDIAN 22.02

BAB I
PENDAHULUAN

Dari penggalian arkeolog di Mesir ditemukan sejenis permainan judi yang diduga berasal dari tahun 3.500 sebelum Masehi (SM). Pada lukisan makam dan keramik terlihat orang yang sedang melempar astragali. Yaitu tulang kering dibawah tumit domba atau anjing yang disebut pula tulang buka kaki. Ada juga papan pencatat untuk melihat nilai pemain. Tulang ini memiliki sisi yang tidak rata. Setiap sisi memiliki nilai tersendiri. Astragali juga dimainkan penduduk Yunani dan Romawi yang membuat tiruannya dari batu dan logam. Dadu juga sudah ada jauh sebelum tarikh Masehi. Ada dadu yang terbuat dari tulang, namun lebih banyak dari tembikar atau kayu. Dadu tertua yang dibuat 3.000 tahun SM, berasal dari Irak dan India. Orang kuno juga berjudi dengan menggunakan sebatang tongkat kecil. Mitologi Yunani dan Romawi menceritakan dewa yang bermain judi. Cerita judi paling banyak ditemukan pada kebudayaan Asia, termasuk Asia Tenggara, Jepang, Filipina, Cina dan India. Dalam Mahabaratta, karya sastra yang terkenal dari India, dikisahkan kesengsaraan Pandawa akibat kalah judi dengan Kurawa. Bangsa yang paling gemar
berjudi mungkin Cina.
Sebelum revolusi komunis di Cina, di beberapa propinsi Cina, lebih dari sepertiga pendapatan petani dihabiskan di meja judi. Pada masa jahiliyah di Arab dikenal dua bentuk judi (al-maisir), yaitu al-mukhtarah dan al-tajziah. Dalam al-mukhtarah, dua orang laki-laki atau lebih menempatkan harta atau istri mereka sebagai taruhan dalam suatu permainan. Orang yang berhasil memenangkan permainan itu berhak mengambil harta dan istri pihak yang kalah. Jika ia suka ia bisa
mengawininya. Jika tidak, maka ia dapat menjadikannya sebagai budak. Sedangkan al-tajziah ialah 10 orang bermain kartu yang terbuat dari potongan-potongan kayu (maklum, waktu itu belum ada kertas). Lalu dikocok dan orang yang mendapatkan potongan kayu kosong, harus membayar harga unta yang mereka potong. Dalam permainan ini pemenang tidak memakan dagingnya tapi menyumbangkannya kepada orang-orang miskin. Di Indonesia, permainan yang mengandung unsur taruhan ini disebut "judi", dengan memakai uang sebagai taruhannya. Beberapa relief di Candi Borobudur menggambarkan sejenis permainan judi. Masuknya Islam, yang melarang segala bentuk perjudian juga membawa pengaruh. Namun judi tetap ditemukan pada hampir semua suku bangsa di Indonesia. Kejahatan ini secara berangsur-angsur di tinggalkan masyarakat. Firman pertama yang ditujukan pada kejahatan ini menyatakan bahwa kejahatan judi itu jauh lebih parah daripada keuntungan yuang diperolehnya.firman tersebut trdapat dalam surat Al Baqarah ayat 219, Al Maa’idah ayat 90, dan ayat 3. Firman tersebut akhirnya menjadikan perjudaian atau pertaruhan dalam segala bentuknya jelas-jelas haram bagi kaum muslim. Kata ‘Maisir’ dalam bahasa arab










BAB II
PEMBAHASAN

Kata ‘Maisir’ dalam bentuk bahasa yang arti harfiahnya adalah memperoleh sesuatu dengan sangat mudah tanpa kerja keras atau mendapat keuntungan tanpa bekerja. Oleh karena itu di sebut berjud. Prinsip berjudi itu adalah terlarang, baik itu anda terlibat secara mendalam maupun hanya berperan sedikit saja atau tidak berperan sama sekali, menggantungkan keuntungan semata di smaping sebagian orang-orang yang terlibat melakukan kecurangan, kita mendapatkan apa yang semestinya kita tidak dapatkan, atau menghilangkan suatu kesempatan. Melakukan pemotongan dan bertaruh benar-benar masuk dalam kategori definisi judi. Kata ‘azlam’ dalam bahasa arab yang di gunakan dalam Al Qur’an juga berarti praktek perjudian. Sementara itu ‘Maisir’, menggunakan segala bentuk harta yang di tuntut atau di bagi untuk memperoleh suatu keuntungan misalnya , lotre, bertaruh, atau berjudi dan sebagainya. Judi pada umumnya dan penjualan undian khususnya (azlam) dan segala bentuk taruhan, undian atau lotre yang berdasarkan pada bentuk-bentuk perjudian adalah haram dalam islam. Rasulullah s.a.w. melarang segala bentuk bisnis yang mendatangkan uang yang diperoleh dari untung-untungan, spekulasi dan ramalan atau terkaan dan bukan diperoleh dari bekerja.
a. Habal al-habla
Diriwayatkan oleh Abdullah bin Omar bahwa Rasulullah s.a.w melarang berjualbeli yang di sebut’ Habal al-habla’ semacam jual beli yang dipraktekkan pada zaman sebelum islam pada masa jahiliyah. Dalam jual beli ini seseorang harus membayar seekor unta betina yang unta tersebut belum lahir dan keturunan unta tersebut tetapi akan segera lahir sesuai dengan jenis kelamin yang diharapkan.
b. Muzabanah atau muhaqalah
Kedua jenis bisnis transaks ini sangat merakyat pada zaman sebelum islam. Muzabanah adalah tukar menukar buah yang masih segar dengan yang sudah kering dengan cara bahwa jumlah buah yang kering sudah dapat dipastikan jumlahnya sedangkan buah segar yang ditukarkan hanya dapat ditebak karena masih berada di pohon. Sama halnya dengan muhaqala yaitu penjualan gandum ditukar dengan gandum yang masih ada di dalam bulirnya yang jumlahnya menggunakan system takaran.
c. Penjualan buah sebelum saatnya dipanen (mukharabah)
Mukharabah adalah jual beli padi-padian atau sayur-sayuran sebelum masa panen. Hal semacam itu dilarang oleh rasul untuk melindungi kepentingan pembeli selama masa tunggu sebelum panen bilamana terjadi berbagai macam penyakit, terjadi badai, yang dapat merusakkan buah atau panenan dan merugikan pihak pembeli.
d. Jual beli sebelum mendapatkan apa yang menjadi miliknya
Rasulullah s.a.w telah melarang berjual beli bahan-bahan pangan atau barang yang belum menjadi miliknya. Abbas meriwayatkan bahwa Rasulullah s.a.w melarang penjualan bahan pangan sebelum ditakar dan di transfer menjadi milik seseorang. Menurut Ibn Abbas, apa yang diterapkan pada bahan pangan itu juga diterapkan pada kategori lainnya. Dalam suatu kesempatan lain Rasulullah s.a.w bersabda “tidak boleh bertawar dengan barang yang tidak ada padamu”.
e. Al limas atau mutamasah
Al limas atau mutamasah adalah suatu jual beli yang dinyatakan sempurna, apabila pembeli telah menyentuh barang tanpa melihat atau meneliti barang dengan seksama. Jual beli tersebut dianggap sah apabila pembeli telah menyentuh bungkusnya tanpa mengecek barangnya. Anas, Abu Said, dan Abu hurairah mengatakan bahwa Rasulullah s.a.w melarang jual beli yang demikian.
f. Nibadz atau munabazah
Nibadz adalah suatu jual beli yang dinyatakan sah, bila penjual melemparkan barang kepada pembeli dan tidak memberi kesempatan untuk mengamati barang tersebut, menyentuh atau melihatnya. Perbuatan melempar barang diartikan bahwa tawar menawar telah disepakati. Diriwayatkan oleh Abu Hurairah, Anas dan Abu Said , bahwa Rasulullah s.a.w melarang jual beli An Nibadz.
Kedua bentuk jual beli tersebut menyerupai judi. Dua orang dapat melakukan kesempatan untuk bertukar barang tanpa melihat atau meneliti keduanya. Seluruh transaksi kedua bentuk jual beli tersebut berdasarkan pada untung-untungan belaka.
g. Muawamah( menjual muka)
Muawamah adalah menjual buah-buahan dari pohonnya atau jagung yang masih dalam bulirnya untuk periode tertentu, dua atau bahkan tiga tahun sebelum tanaman itu tumbuh. Praktek menjual panenan selama beberapa tahun sebelum tanaman itu ditanam kurang lebihnya sama dengan berjudi. Jabir meriwayatkan bahwa Rasulullah s.a.w melarang menjual hasil produksi di muka untuk jangka waktu dua tahun atau menjual buah-buahan untuk jangka waktu dua tahun di muka.
Dengan demikian tawar menawar atau kesepakatan jual beli tanpa memberikan kesempatan kepada pembeli untuk meneliti barang secara seksama dan apa yang telah dihasilkannya nanti kurang lebihnya tergantung kepada untung-untungan dan kira-kira bukannya berdasarkan relita didalam islam itu dilarang. Dengan kata lain, semua bentuk transaksi bisnis yang mempunyai sifat judi dinyatakan terlarang. Singkatnya semua tawar-menawar atau transaksi yang mempunyai sifat judi, taruhan atau untung-untungan di dalam islam dilarang. Ada pernyataan yang sangat tegas dalam Al Qur’an mengenai larangan tersebut. Rasulullah s.a.w melarang berjudi dalam segala bentuknya yang mengandung unsur taruhan, penjualan dengan system undian, kira-kira, spekulasi, untung-untungan dan sebagainya. Berbagai transaksi bisnis yang mengandung unsur tersebut tadi dinyatakan tidak sah dan batal.
Suatu penyelidikan sementara terhadap bisnis asuransi komersial menunjukkan bahwa asuransi tesebut sangat menyerupai perjudian dan perusahan-perusahan asuransi sama halnya dengan ‘bank taruhan’ serta menerima premi dari peserta asuransi, membayar klaim kerugian resiko atau kematian pada penderita. Dan sejumlah ahli ekonomi telah menyatakan bahwa asuransi komersial adalah suatu bentuk perjudian atau spekulasi, oleh karena itu tidak dapat di anggap sebagai aktivitas yang berlatar belakang kerja sama. Kenyataan yang ada bahwa unsur-unsur pertaruhan masih ada dan merupakan bagian yang telah menyatu dalam asuransi di inggris hingga dikeluarkannya aturan oleh parlemen pada pertengahan abad delapan belas.
Apabila kita membandingkan antara asuransi dengan judi, terdapat beberapa kemiripan antara keduanya:
1. Terdapat kemiripan yang sangat dekat antara kontrak asuransi komersial dengan perjudian.
2. Keduanya, sejumlah taruhan dibayarkan kepada orang yang bertaruh apabila terjadi peristiwa tertentu.
3. Dalam hal tidak terjadi resiko, tidak ada yang di bayarkan kepada orang yang bertaruh. Keduanya terdapat pada asuransi komersial dan judi pertaruhan.
4. Uang premi pada asuransi komersial sama persis dengan uang taruhan dalam perjudian jika dikaitkan dengan yang mereka lakukan.
Suatu kontrak asuransi dapat di definisikan sebagai,” suatu kontrak pembayaran sejumlah uang, yang disesuaikan denga sejumlah keuntungan, berkaitan dengan terjadinya peristiwa tertentu yang cirri-cirinya telah disepakati yang mencerminkan kehendak seseorang terhadap suatu asuransi”. Kontrak asuransi mempunyai mempunyai ciri-ciri pokok sebagai berikut:
1. Adanya sejumlah pembayaran dari peserta asuransi kepada perusahaan asuransi
2. Kesanggupan membayar sejumlahh keuntungan yang belum pasti dari perusahaan asuransi kepada peserta asuransi.
3. Peristiwa yang dimaksud bersifat tidak pasti, jumlah kerugian yang dialami juga tidak diketahui jumlahnya.
4. Adanya kepentingan asuransi didalam kontrak.
Para pendukung asuransi komersial mempunyai alas an bahwa asuransi iitu sah dan halal seperti halnya bisnis lainnya dan tidak ada unsur yang menyimpang didalamnya. Alasan-alasan mereka yaitu:
1. Kontrak asuransi adalah bersifat resiprokal yaitu bahwa pengusaha asuransi tidak akan membayar ganti rugi kalau peserta asuransi tidak ikut berperan dalam kontrak tesebut, misalnya dengan membayar cicilan preminya.
2. Masih diperdebatkan bahwa kontrak asuransi bukan merupakan kontrak yang tidak jelas tetapi selalu ditentukan waktunya dan telah ditentukan masa berlakunya serta pembayarannya apabila terjadi resiko. Sebagai tambahan,sering kontrak tersebut diumumkan kepada khalayak serta jangka waktunya ditentukan dan dicetak yang merupakan bagian dari bentuk kontrak tersebut.
3. Asuransi komersial sama halnya dengan bisnis lainnya dimana resiko adalah merupakan suatu ciri dan memperoleh keuntungan adalah merupakan tuntutan yang sangat diperlukan dalam industry modern. Dalam kontrak asuransi, kedua belah pihak saling memahami dan secara sukarela siap menghadapi resiko. Mereka bermaksud bekerjasama untuk menghindari bahaya dan berusaha dalam kebersamaan dan keseimbangan , menanggung resiko. Oleh karenanya, mengambil alih resiko dalam asuransi komersial memiliki dasar yang berbeda dengan berjudi.
4. Asuransi komersial tidak berlandaskan pada factor resiko saja karena ada berbagai masalah dan persyaratan yang melekat pada kontrak asuransi. Dalam perjudian seseorang akan rela memegang sejumlah uang dengan penuh ketamakan dan mungkin ia akan mendapat yang lebih banyak lagi, atau sama sekali tidak mendapat apa-apa, sementara dalam asuransi seseorang tidak ingin menghamburkan uang orang lain, tetapi mencoba untuk mengamankan keinginan-keinginannya terhadap kemungkinan di masa depan.
5. Asuransi komersial tidak sama dengan perjdian karena peserta asuransi dibayar ganti ruginya yang mungkin terjadi dan uang itu berasal dari tabungannya sendiri yang dibayarkan berupa cicilan premi. Sebetulnya, para peserta asuransi uangnya terkumpul secara bersama dalam bentuk premi dan dibayarkan dalam bentuk klaim kepada yang menderita musibah.
6. Perusahaan asuransi membantu orang lain menhadapi resiko dan mengurangi penderitaannya dengan mengganti kerugian. Berbagai kerugian dan penderitaan kepada ratusan keluarga. Di situ terdapat kerjasama antara kedua belah pihak untuk mencapai tujuan tersebut.
7. Perusahaan asuransi berusaha untuk menyebarkan resiko dengan mengansuransikan resiko dengan perusahaan-perusahaan yang lebih besar(reasuransi) dan perusahaan asuransi tersebut hanya sebagai bentuk organisasi atau manajemen yang menerima uang premi dan membayarkan ganti rugi, bila terjadi kerusakan, kerugian atau kematian.tidak lebih dari sebuah kerjasama.
8. Peserta asuransi dibayarkan ganti ruginya atas resiko yang benar-benar ia alami dari apa yang telah ia perankan kepada perusahaan berupa premi. Oleh karenanya, unsur spekulasi dan untung-untungan sangat kecil dalam bisnis asuransi.
Permainan yang mengandung unsur taruhan di Indonesia disebut dengan judi, dengan memakai uang sebagai taruhannya. Dalam KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata) pasal 303 ayat 3, ditegaskan bahwa permainan judi ialah permainan yang kemungkinan mendapat untung tergantung pada peruntungan belaka, juga apabila kemungkinan itu makin besar karena pemainnya lebih terlatih atau lebih mahir. Disitu, termasuk segala pertaruhan tentang keputusan perlombaan dan permainan lain-lain yang tidak diadakan di antara mereka yang ikut berlomba atau bermain, demikian juga segala pertaruhan, seperti masa jahiliyah. Pada masa pemerintahan colonial belanda, permainan judi dilarang dengan keluarnya Staatsblad(Lembaran Negara) tahun 1912 no. 230, Staatsblad 1935 no. 526, pasal 303 dan pasal 542 KUHP. dalam Staatsbladtahun 1912, misalnya, yang dilarang hanya segala bentuk perjudian yang berbentuk Bandar, tetapi judi boleh dilakukan apabila ada izin dari kepala daerah. Dalam KUHP dilarang segala bentuk perjudian yang dilakukan di tempat umum, terbuka, dan digunakan sebagai mata pencaharian serta tanpa ada izin dari kepala daerah. Dalam perkembangan selanjutnya, UU No. 7 tahun 1974 menegaskan bahwa semua bentuk perjudian dikategorikan sebagai tindak kejahatan. Penjudi yang tertangkap dapat dihadapkan kepada meja hijau. Kemudian berdasarkan intruksi presiden No. 7 tahun 1981, yang mulai berlaku sejak 1 april 1981, segala bentuk perjudian dilarang di Indonesia.





DAFTAR PUSTAKA
Rahman Afzalur. 1995. Doktrin Ekonomi Islam. Jakarta : Dana Bhakti Wakaf
Ensikolpedia Islam

by: Aoshy

1 comments:

Qbenk Blogger mengatakan...

dilarang setuju saja sob karena memang pada dasarnya judi adalah penyakit masyarakat, namun tentunya kita juga tidak menampik adanya sebagaian masyrakat kita yang menganggap judi adalah budaya, belum lagi kemajuan tekhnologi kiini yang semakin pesat sehingga banyak bermunculan website Judi Online seperti ituDewa.net Agen Judi Poker Domino QQ Ceme Online Indonesia tentu merupakan permasalahn tersendiri dan kembali kepada diri kita masing masing,,

salam kenal